JAKARTA
- Mabes Polri mulai jengah atas desakan sejumlah tokoh untuk
membubarkan Densus 88 Antiteror. Versi Mabes Polri, hanya Densus 88 yang
mampu menangani terorisme di Indonesia. Karena itu, meski tidak secara
eksplisit, Mabes Polri menolak membubarkan detasemen yang diresmikan 26
Agustus 2004 silam itu.
Sikap
Mabes Polri itu menanggapi pernyataan yang dilontarkan Ketua umum PP
Muhammadiyah Din Syamsudin usai bertemu Kapolri 28 Februari lalu. Kala
itu, Din dan sejumlah tokoh Islam baru saja melaporkan tindakan brutal
sejumlah orang berseragam polisi terhadap beberapa orang terduga teroris
di Poso.
"Saya
kira densus 88 itu harus dievaluasi, bila perlu dibubarkan, tapi
diganti dengan sebuah lembaga dan pendekatan baru bersama-sama
memberantas terorisme," Ujar pria yang juga menjabat Sekretaris Umum MUI
Pusat itu. Pernyataan itu, menurut Din, merupakan kesepakatan
ormas-ormas Islam dan MUI.
Din
menilai selama ini anggota Densus 88 sudah overacting dalam
melaksanakan tugasnya. Sehingga, bukannya menyelesaikan masalah, malah
membuat citra Islam menjadi tercoreng seolah-olah Islam adalah agama
para teroris.
Karopenmas
Mabes Polri Brigjen Boy Rafli Amar menyatakan, visi Densus 88 adalah
menjadikan Indonesia terbebas dari ancaman teroris. "Kalau Densus
dibubarkan, siapa yang akan menghadapi ancaman teroris?" ujarnya di
Mabes Polri, Senin (4/3).
Dia
menjelaskan, Densus 88 dibentuk karena saat itu kondisi Indonesia masih
diselimuti trauma akibat tragedi Bom Bali I pada 12 Oktober 2002. Mabes
Polri khawatir jika Densus 88 dibubarkan lalu kejadian serupa bisa
terulang. Pembubaran Densus 88 perlu dipikirkan masak-masak, karena
versi Mabes Polri keberadaan mereka saat ini masih sangat dibutuhkan
oleh Indonesia.
Selain
itu, pembentukan Densus 88 juga merupakan amanah Undang-Undang. Yakni,
UU nomor 15 tahun 2003 tentang Penetapan Perpu nomor 1 tahun 2002
tentang Pemberantasan Terorisme menjadi UU. "Mohon pemahaman semua
pihak," lanjut perwira bintang satu itu.
Soal
video kekerasan yang dilaporkan oleh tokoh-tokoh Islam baru-baru ini,
pihaknya sudah menyelidiki dan mendapat informasi jika video tersebut
dibuat tahun 2007. "Tahun 2007 di Poso ada serangkaian kegiatan
Penegakan hukum, dan di Bulan Januari ada beberapa kegiatan
penangkapan," lanjutnya.
Boy
tidak menjelaskan penangkapan seperti apa yang dimaksud pihaknya.
Namun, menilik waktu kejadiannya, penangkapan yang dimaksud adalah
perburuan terhadap 24 DPO kasus kerusuhan berbau SARA di Poso. Perburuan
yang dilakukan pada 11 Januari 2007 itu menewaskan dua orang, yakni
Dedi Parsan (DPO) dan Rian, warga sipil yang bukan DPO.
Pihaknya
berjanji bakal menelusuri sejauh mana kesalahan prosedur dan
pelanggaran hukum yang dilakukan terhadap orang-orang yang ada dalam
video tersebut. "Yang ada di tayangan itu belum tentu Densus," terang
mantan Kanit Negosiasi Subden Penindak Densus 88 Anti Teror Mabes Polri
itu.
Boy
menambahkan, pihaknya telah mendapat laporan jika sidang disiplin
terhadap 18 anggota Polda Sulteng akan dijadwalkan pekan depan. Ke-18
polisi itu diduga kuat terlibat dalam penyalahgunaan wewenang saat
penanganan kasus penembakan terhadap polisi di Poso. (jpnn)
Nang Copast Tina :http://www.radarbanten.com/read/berita/10/9114/Densus-Diubarkan-Siapa-yang-Hadapi-Teroris.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar